Gambar Sampul Seni Budaya · BAB 3 FENOMENA SENI RUPA
Seni Budaya · BAB 3 FENOMENA SENI RUPA
Sem Cornelyus Bangun

24/08/2021 12:25:44

SMA 11 2013

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

8

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

A. Seni

Rupa

Pramodern

Istilah seni rupa pramodern menunjukkan babakan sejarah di

mana manifestasi karya seni rupa hadir sebelum zaman industri.

Perkembangan seni rupa dilihat dari aspek kesejarahan merupakan

rangkaian perubahan, baik dari aspek konseptual maupun aspek

kebentukan. Berikut akan disampaikan aliran-aliran seni rupa

hingga saat ini.

1.

Primitiv

isme

Primitivisme adalah corak karya seni rupa yang memiliki

sifat bersahaja, naif, sederhana, spontan, jujur, baik dari segi

penggarapan bentuk maupun pewarnaan. Senimannya bebas dari

belenggu profesionalisme, tradisi, teknik, dan latihan formal proses

kreasi seni. Perhatikan contoh patung primitif dari Afrika di

halaman 40. Merupakan karya tiga dimensi yang perwujudannya

mengekspresikan makna seni dengan bahasa bentuk simbolik.

Sementara patung Dewi Kecantikan Yunani klasik mengekspresikan

makna seni dengan idealisasi bentuk mimesis (mengimitasi atau

meniru) rupa manusia dalam wujud yang indah dan sempurna.

2.

Natur

alisme

Naturalisme adalah corak karya seni rupa yang teknik

pelukisannya berpedoman pada peniruan alam untuk menghasilkan

karya seni. Sehingga seniman terikat sekali pada hukum proporsi,

anatomi, perspektif, dan teknik pewarnaan untuk mencapai

kemiripan sesuai dengan perwujudan objek yang dicerap mata.

Tokoh-tokohnya antara lain Abdullah SR, Wakidi, Pirngadi, Basoeki

Abdullah, Trubus, Dullah, Rustamadji, Wahdi, dan lain-lain

Fenomena Seni Rupa

BAB

3

9

Seni Budaya

3.

Realisme

Aliran s

eni rupa ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari

naturalisme. Muncul di Belahan dunia Barat sekitar pertengahan

abad ke-17. Intisari filosofinya menunjukkan keyakinan seniman

terhadap realitas duniawi yang kasat mata sebagai objek penciptaan

karya seni. Pada umumnya realisme dibedakan menjadi beberapa

katagori. Misalnya realisme sosialis (yang cenderung mengungkapkan

adegan-adegan kehidupan manusia yang serba sengsara, getir, dan

pahit). Herbert Read antara lain menyatakan, “Jenis seni rupa yang

sepenuhnya dapat kita sebut sebagai realistis adalah yang berusaha

dengan segala daya untuk menyatakan perwujudan objek dengan

tepat, dan seni seperti ini, sebagaimana halnya filsafat realisme, selalu

berdasar atas keyakinan atas keberadaan objektif dari sesuatu”.

Jadi

dalam pengertian murni aliran realis berusaha melukiskan keadaan

secara nyata, seniman realis memandang dunia ini tanpa ilusi, mereka

menciptakan karya seni rupa yang nyata meng-gambarkan apa-apa

yang nyata dan benar-benar ada di dunia

ini. Dengan perkataan

lain seniman realis mendasarkan seninya pada pencerapan panca

inderanya tanpa mengikut-sertakan fantasi dan imajinasinya. Tokoh-

tokoh realisme di Indonesia antara lain Raden Saleh (realisme

romantis), S. Soedjojono, Dullah, Rustamadji (realisme fotografis)

Dede Eri Supria, Ronald Manullang (Realisme Baru).

Sumber: R. Basoeki Abdullah, Sebuah

Biografi.

Gambar 5.1

Basoeki Abdullah,

Gunung Sumbing, cat minyak pada

kanvas, 125 x 200 cm

10

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

4.

Dekorativisme

Kar

ya seni rupa dekoratif senantiasa berhubungan dengan

hasrat menyederhanakan bentuk dengan jalan mengadakan distorsi,

ciri-cirinya bersifat kegarisan, berpola, ritmis, pewarnaan yang rata,

dan secara umum mempunyai kecenderungan kuat untuk menghias.

Tujuan dan sifat hias ini menyebabkan keindahan rupa dekoratif

termasuk kategori seni yang mudah dicerna oleh masyarakat.

Pada karya dua dimensi sering mengabaikan unsur perspektif dan

anatomi, sedangkan pada karya tiga dimensi mengabaikan plastisitas

bentuk (naturalistis).

Karya seni rupa dekoratif dapat diklasifikasi menjadi dua

bagian utama, yakni dekoratif figuratif, dan dekoratif geometris.

Dekoratif figuratif biasanya ditandai dengan penggambaran

wujud figur atau bentuk-bentuk di alam yang kita kenali. Seperti

misalnya pemandangan, pasar, kota, hewan-hewan di tengah

rimba, lukisan kehidupan sehari-hari, dan lain sebagainya. Namun

teknik pelukisannya tidak berupaya untuk meniru rupa secara

realistis, melainkan dikerjakan dengan bentuk yang datar tanpa

memperhitungkan aspek volume dalam penggarapan bentuk visual.

Dekoratif geometris adalah karya-karya seni rupa yang bebas

dari peniruan alam, perwujud-annya merupakan susunan motif,

bentuk, atau pola tertentu di tata sedemikian rupa sehingga memiliki

kapasitas untuk membangkitkan perasaan keindahan dalam diri

pengamatnya. Lukisan-lukisan geometris cenderung rasional karena

terikat pada pola, motif, atau bentuk-bentuk dan teknik pelukisan

yang menuntut ketrampilan dan kesabaran dalam proses kreasinya.

Sumber: Indonesian Art and Beyond

Gambar 5.2

Raden Saleh, Antara

Hidup dan Mati.

Sumber: Masterpieces of Art

Gambar 5.3

Patung Dewi Kecantikan,

idealisasi keindahan Yunani Klasik.

11

Seni Budaya

Contoh seni rupa dekoratif geometris dapat dilihat pada ragam

hias di daeerah-daerah seluruh kepulauan Indonesia. Misalnya

motif pilin berganda, lingkaran, elips, setengah lingkaran, segi

tiga, prisma, empat persegi, dan lain-lain. Motif tersebut biasanya

tersusun rapi denganteknik pengulangan, sehingga tercipta suatu

harmoni. Karena penempatannya mementingkan keteraturan dan

kerapian, maka dalam bentuk tradisional komposisinya simetris.

Namun kerap pula kita jumpai dalam era modern komposisi yang

bebas, seperti pada karya Sapto Hudoyo dan Hatta Hambali.

Tokoh-tokoh pelukis dekoratif di Indonesia adalah Kartono

Yudokusumo, Widayat, Suparto, Ratmoyo, Batara Lubis, Amrus

Natalsya, Irsam, Sarnadi Adam, Ahmad Sopandi, Boyke Aditya,

A.Y. Kuncana, I Gusti Nyoman Lempad, I Gusti Ketut Kobot, I

Gusti Made Deblog, dan banyak lagi.

Sumber: Apresiasi Seni

Gambar 5.5

Irsam, The Pet Bird, 1995, Oil on

canvas, 80 x 81 cm. Merupakan contoh lukisan

dekoratif figuratif.

Sumber: Africa Art

Gambar 5.4

Patung Dewi Kecantikan,

idealisasi keindahan Yunani Klasik.

12

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

B. Seni

Rupa

Modern

Dasar filosofis dan gejala seni rupa modern pada hakikatnya

merupakan kelanjutan per-kembangan seni rupa sebelumnya, satu

aspek dari perkembangan budaya secara menyeluruh. Perkembangan

filsafat memunculkan tokoh-tokoh seperti Imanuel Kant, Hegel,

Schopen-hauer, Nietze, Comte, Charles Darwin dan lain-lain.

Sementara di bidang Mikrobiologi tampil nama-nama Antoni van

Leeuwenhoek, Pasteur, Robert Koch, Paul Ehrilch dan lain-lain.

Sedangkan di sektor sosial ekomomi tampil Adam Smith, seorang

pelopor sistem persaingan bebas, dengan lawannya Karl Marx,

Thomas Maltus, Le Bon, Montesque, dan Rousseu. Selanjutnya di

bidang ilmu jiwa muncul Sigmund Freud dengan psikoanalisis yang

menelurkan teori takbir mimpi-mimpi dan metode katarsis. Carel

Gustave Jung, Alferd Adler dan Kunkel bersaudara. Kesemua ini

bersamaan dengan perkembangan disektor fisika dan astronomi,

sehingga jadilah abad modern yang dikuasai oleh ilmu dan teknologi.

Perkem-bangan “kemajuan” ini tentu bukan saja membahagiakan

hidup manusia, tetapi juga menimbulkan efek samping, yakni

eksploitasi industrialisasi, kolonialisme, imperialisme, ke-miskinan

di pihak lain, sehingga terjadi dua kali perang dunia di abad ke-20,

dan beratus kali perang lokal dan perang dingin.

Sumber: Katalog Pameran

Gambar 5.6

Suparto, Tiger, 1980.

Cat minyak pada kanvas.

13

Seni Budaya

Faktor lain yang menjadi dominan menghakikati esensi seni

rupa modern ialah kesadaran akan nilai individu sebagai karakter

aktivitas manusia. Hal ini berakar dari budaya renesans, humanisme

universal yang ahkirnya tampil sebagai abad pencerahan di Eropa.

Mengkaji fenomena seni rupa modern, tentu bermula dari jasa

kaum impresionisme Prancis, yang menyelenggarakan pameran-

pameran mereka pada tahun-tahun 1874, 1877, 1879, 1880, 1881,

1882, dan 1886. Meskipun dalam tubuh impresionisme terjelma

beberapa keunikan individu, tapi secara keseluruhan kelompok

ini menunjukkan kesatuan sikap, yakni pembe-rontakan terhadap

kaum akademis, seperti Jaques Louis David dan Jean Augustie

Dominique Ingres.

Dalam tahun 1876 kritikus Duranty menulis “Dari intuisi

ke intuisi, secara bertahap mereka tiba pada dekomposisi sinar

matahari menjadi lapisan spektrum dan elemennya, kemudian

mengkonstruksikannya menjadi kesatuan dengan keselarasan baru,

bagaikan warna pelangi yang bertaburan di atas kanvas mereka.”

Dengan kemunculan impresionisme membuka peluang

perkembangan seni lukis  secara lebih terbuka, sehingga melahirkan

beberapa kecenderungan. Dari Seurat dan Signac yang pointilis,

eksploitasi anasir cahaya dan warna muncul ekspresionisme

Vincent van Gogh, kemudian melahirkan fauvisme dan abstrak

ekspresionisme. Respons Paul Cezanne terhadap impresionisme,

mengakibatkan lahirnya kubisme, dan perkembangannya kemudian

sampai kepada konstruksivisme, minimal art, dan seterusnya.

1.

Seni Po

p

Budaya pop tumbuh dari pertemuan beberapa kecenderungan

dan kondisi sosial ekonomi masyarkat pada pertengahan tahun

1950-an. Budaya ini ditandai oleh ketiadaan penggang-guran,

konsumerisme, makin meningkatnya kesejahteraan, mobilitas sosial

ke atas, melong-garnya struktur kelas dalam masyarakat, berubahnya

pandangan sosial, dan kesejahteraan kaum muda, beserta budaya

protesnya, pengalaman dan kepekaan yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari.

Gerakan ini membentuk diri di sekitar identifikasi persoalan

Amerika dan pengingkaran berbagai kaidah Eropa. Dimulai

dengan para pelukis seperti Larry Rivers, Jasper John, dan Robert

Raus-chenberg, bisa dijumpai seleberitis yang bersifat Amerika,

sehari-hari, populer.

Sumber: Masterpieces of Art.

Gambar 5.7

Andy Warhol, Marlyn 1962.

14

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

Di bawah pengaruh para pelukis, kritik awal terhadap budaya

massa diabaikan demi merangkul penuh semangat teknologi

reproduksi dan berbagai citra serta objek kehidupan industri

Amerika Serikat yang direproduksi secara komersial.

Pop Art adalah produk sistem perekonomian kapitalis, di mana

segala hal dalam kehidupan ini, termasuk hal-hal yang berada dalam

wilayah realitas simbolisme diusahakan menjadi komoditi yang

bisa dijual ke pasar luas. Oleh karena itu logika produk kesenian

yang lahir dari sistem perekonomian ini adalah logika pasar, bukan

logika artistik.

Dengan demikian, dalam dunia pop art, eksistensi sang

pencipta juga tidak terlalu penting, yang lebih diperlukan adalah

produknya yang bisa dikemas sebagai komoditi dan dijual ke pasar

luas. Kecuali sosok seniman itu juga merupakan komoditi yang

bisa dijual. Dengan kata lain rekayasa citra tentang dirinya lebih

penting ketimbang pribadi seniman, karena semakin besar liputan

media yang dia peroleh semakin laris karya-karyanya di pasar luas.

Dalam bidang seni rupa, tampil seniman por art seperti

Andy Warhol, Roy Lichtenstein, Tom Wesselmann, dan kawan-

kawan. Dalam seni musik pop menunjukkan pada berbagai jenis

musik yang populer dalam masyarakat. Pop juga tampil dalam

seni patung, poster, desain, seni grafiti, fashion, dan sebagainya.

Pop Art dipandang pula sebagai salah satu manifestasi subkultur,

gerakan kultural generasi muda. Pop identik dengan gaya hidup

generasi muda dengan karakteristik perlawanan kepada kemapanan

norma-norma masyarakat yang berlaku.

Artikulasinya oleh para peneliti media massa dan budaya telah

dibangun sebuah segi tiga yang diberi “triple M theory” masyarakat

massal, media massa, dan budaya massa.

Pop Art merupakan suatu aktivitas seniman yang menggunakan

cara pemberian kesan populer sebagai hasil dari revolusi industri

dan sekaligus penggunaan dari hasil-hasil revolusi tersebut.

2.

Seni O

ptik

Sebelum ditemukan seni optik seperti yang ada sekarang

ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, khususnya setelah

munculnya berbagai ilmu, seperti ilmu fisika, anatomi manusia,

teristimewa pada sistem optik dan beberapa teori warna, baik untuk

warna sinar maupun warna pigmen.

Ilmu optik pertama kali di pelajari selama bertahun-tahun di

laboratorium oleh seorang ahli filsafat dan juga ahli ilmu fisika Inggris

yang bernama Bacon (1220-1292), yang mempelajari struktur cahaya

dan kaitannya dengan bagaimana mata manusia bisa menangkap

warna.

Sumber: Apresiasi Seni

Gambar 5.8

Ronald Mannullang

MM-BK. 2009.

15

Seni Budaya

Pada tahun 1642-1727 Sir

Isac N

ewton mengadakan percobaan

tentang cahaya menggunakan prisma yang dipantulkan menggunakan

sinar matahari yang menimbulkan spektrum warna. Dari eksperimen

ini lahit teori yang mengatakan bahwa cahaya matahari dapat

diuraikan menjadi beberapa warna, yaitu; merah, jingga, kuning,

biru, dan ungu.

Brewster mengajukan teori warna dengan membagi campuran

warna-warna pigmen menjadi warna primer, skunder, tertier,

sedangkan Munsell (Amerika) tahun 1958 mengadakan penelitian

tentang warna yang didasarkan standarisasi untuk aspek fisik yang

dikelompokkan menjadi hue, ligthness, saturation.

Kelahiran seni optik juga tidak lepas dari beberapa peranan

termasuk dari Bauhaus, konsep konstruktivisme, dan abstrak

geometris yang dasar pemikirannya, eksak, matematis, geo-metrik,

serta bentuk-bentuk tiga dimensional melalui penggarapan ilmu

cahaya dan ilmu warna untuk menampilkan efek kedalaman dan

presisi tinggi.

Seni optik pada kemunculannya meliputi seni dua dimensi

dan tiga dimensi, yang mendasar-kan diri pada ilmu optik, ilmu

cahaya, dan ilmu warna untuk mengolah bentuk-bentuk tertentu

yang digunakan untuk mengeksploitasi fallibilitas mata. Seni optik

pada umumnya berbentuk abstrak, formal, dan konstruktivis

melalui bentuk yang khas geometrik dan perulangan yang teratur,

rapi, teliti, sehingga dapat menimbulkan efek-efek yang mengecoh

mata dengan ilusi ruang. Warna-warna yang digunakan kebanyakan

warna cerah atau ligthnes tinggi dengan memberikan batas pada

hue atau saturation yang tajam dan tegas.

Berbeda dengan seni kinetik, seni optik lebih menitikberatkan

pada representasi gerakan atau bagaimana menggambarkan sesuatu

sehingga seakan-akan bergerak dengan memanfaatkan efek ilusi

pada mata. Seni optik sengaja mengeksploitasi elemen-elemen

visual seperti garis, bidang, dan warna untuk mendapatkan efek

optis, sehingga mata manusia terkecoh karena-n

M.C. Escher, dapat dikatakan sebagai bapak seni optik, ia adalah

seorang seniman grafik dari Belanda, dengan karya litografi pada

tahun 1930-an menghasilkan karya-karya awalnya di Itali. Karya-

karya Escher merupakan pengolahan mendasar akan ruang dan

perspektif yang sangat unik dengan bentuk-bentuk yang menndetail.

Dengan mengolah bentuk figur dan latar melalui perubahan

bentuk ground dan langit menjadi bentuk burung dengan tepat

dan sempurna sekali.

Sumber: Optical Art

Gambar 5.9

Britget Relay, Black and White.

Sumber: Optical Art

Gambar 5.10

Contoh Seni Optik

dalam wujud Patung.

16

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

Bila pengolahan perspektif Escher sangat menarik dan mengecoh

mata kita yang tidak bisa membedakan antara mana yang di atas

atau yang di bawah atau mana yang jauh atau yang dekat seperti

yang terdapat pada karyanya “Jendela Burung”. Pada karya ini mata

kita dikecoh sedemikian rupa melalui perspektif yang jungkir balik

melalui objek yang bidangnya diisi oleh garis-garis yang sengaja

dimasukkan untuk mengganggu dengan ketepatan yang tinggi

sehingga menimbulkan efek optik.

Perkembangan selanjutnya banyak diadakan pameran-pameran

baik di Prancis maupun negara Eropa antara lain yang terkenal

pameran “Responsive Eye” yang di koordinasi oleh William G.

Seitz di New York tahun 1965. Para pelukis yang terlibat dalam

seni optik selain Vasarely dan Josepf Albers termasuk juga pelukis-

pelukis muda lainnya Richard Anuskie-wiecz, Almir Mavigner,

Larry Poons, Agam, de Soto, Bridget Riley, Jeffrey Steele, Tadasky

dan Yvaral.

Seperti yang dilakukan Richard Anuskiewiez melakukan

eksplorasi berdasarkan ilmu warna. Dalam eksplorasinya ia

menyusun paduan warna dan garis secara teratur, sistematis yang

menimbulkan efek optik sebagai akibat bayangan warna-warna yang

tembus pandang dari keteraturan garis yang diciptakan. Melalui

eksperimen yang terus-menerus diperoleh berbagai bentuk dan

efek optik yang beragam.

Dia menyebut dirinya sebagai abstraksionis geometrik.

Anuskiewiecz dengan karyanya yang berjudul All things do live

in the three lebih banyak mengolah warna komplemen yang

memberikan efek visual yang menakjubkan.

Berbeda dengan karya Agam yang berjudul Double

Methamorphosis II, lebih jeli memanfaatkan jaring-jaring

almunium yang mempunyai keteraturan garis yang presisi. Dengan

memanipulasi keteraturan garis yang berpotongan melalui perbedaan

warna menghasilkan efek optik yang tak terduga.

17

Seni Budaya

Banyak persepsi dan prinsip dalam op art, yang mengambil

teori psikologi fenomena imajinasi kontras, pancaran cahaya, warna

menyolok yang mengagetkan dan membuat ilusi yang mengagumkan.

Op Art kebanyakan menggunakan warna-warna kontras yang

terkadang menyilaukan mata, misalnya warna merah didekatkan

dengan warna biru bersamaan dengan penggunaan garis atau

bentuk yang teratur seperti yang dilakukan oleh Vasarely dalam

karyanya yang berjudul l’ega. Prosesnya dia menyusun elemen garis

yang dipertentangkan dengan arah vertikal dan horizontal dengan

mengolah bidang menyempit dan melebar dengan mengisi warna

yang berselang-seling menghasilkan efek dimensi ruang, pantulan

cahaya,  dalam ruang yang bergetar.

Sedangkan karya pelukis Briget Riley, Yvaral, dan Reginal Neal

lebih banyak mengolah garis yang memberikan efek after image

sebagai vibrasi kilauan pada mata karena adanya oscilation yang

cepat pada sel retina.

Sumber: Masterpiece of Art.

Gambar 5.11

Victor Vasarely, Cheyt-G, 1970.

18

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

3.

Seni Konseptual

Ist

ilah konseptual pertama kali dikemukakan oleh Edward

Keinholz dan Herru Flint yang berasal dari California, tahun 1960.

Istilah konseptual adalah sinonim dari idea art. Conseptus dalam

bahasa Latin berarti: pikiran, gagasan, atau ide. Jadi konseptual

adalah sesuatu yang berkaitan dengan konsep. Konsep atau ide

adalah hal yang penting dalam penciptaan seni. Seni konseptual

disatukan oleh satu sikap penggunaan bahasa verbal dan non verbal,

analogi atau ilmu bahasa menjadi esensi dan seni.

Seni konseptual sangat kontroversial, menjungkirbalikkan segala

kemapanan seni (nilai-nilai, gaya, galeri, pasar seni dan sebagainya).

Para seniman konseptual menggunakan semiotika, feminisme dan

budaya populer dalam berkarya, sehingga berlainan sekali dengan

karya-karya seni konvensional. Karena itu konseptualisme akhirnya

menjadi paham pemikiran yang memayungi bentuk-bentuk seni

yang tidak berwujud piktorial dan skulptural seperti Body Art,

Eart Art, Vidoe Art, Performance Art, Process Art, Instalation Art

dan lain-lain.

Seni konseptual menemukan spektrum baru dalam seni rupa,

sebagai pengganti kiasan atau pantun dalam bahasa, surat kabar,

majalah, periklanan, pos, telegram, buku-buku, katalogus, foto

kopi, film, video, anggota badan, bahkan dunia ini bisa dijadikan

Sumber: refkypoetra.blogspot.com

Gambar 5.12

Refky Poetra, Salah satu

manifestasi seni konseptual, memanfaatkan

anggota tubuh (tangan kiri, yang dilukis

menjadi kepala seekor anjing).

19

Seni Budaya

medium atau objek seni. Sejak kehadiran seni konseptual batas-

batas antara seni secara fisik mulai kabur, sebab seni konseptual

mengakses hampir semua bentuk seni dan non seni.

4.

Seni

Kontemporer

Pada Encylopedia The World Art Estetika Kontemporer

disebutkan, bahwa estetika yang baru ini bertujuan untuk

memfilsafatkan dalam pengertian anti metafisik, dan kemudian

membedakannya dari estetika-estetika sebelumnya. Namun dia

tidak akan membuang prinsip kategori-kategori, dan sebagai

akibatnya menciptakan konsep mendua dan ragu tentang pengertian

filsafat. Sementara Klaus Honnef mengidentifikasi seni rupa

kontemporer sebagai perubahan paradoksal dari avant garde ke

post avant garde, sedangkan John Grifith dan Endrew Benyamin

menganggap seni rupa kontemporer bertentangan secara diametral

dengan modernisme yang percaya pada universalisme. Seni rupa

kontemporer tidak percaya lagi pada pusat-pusat perkembangan

di mana pun, sebaliknya percaya pada perkembangan seni rupa

dalam batas-batas kenegaraan.

Sumber: liveworldegg.blogspot.com

Gambar 5.14

Contoh karya seni yang

menggunakan teknik digital.

Sumber: Art in the Electronic Age

Gambar 5.13

Ben Rubin and Mark

Menurut teoretikus Jerman Udo Kulterman pengertian

kontemporer dekat dengan paham posmodern dalam arsitektur,

paham baru ini menentang kerasionalan modernisme yang dingin

dan berpihak pada simbolisme instingtif. Dalam terori yang lebih

baru tercatat prinsip pluralisme yang terbanyak mendasari pengertian

kontemporer sekarang ini.

20

kelas XI SMA/SMK/MA/MAK

semester 2

Dari berbagai keterangan di atas dapat ditentukan adanya dua

paradigma aktivitas seni kontemporer. Pertama kelompok yang

mementingkan aktivitas seni sebagai aktivitas mental senimannya.

Kedua kelompok yang mementingkan aktivitas seni ditujukan bagi

kepentingan masyarakat. Scruton melihat kecenderungan persepsi

seperti itu sebagai sesuatu yang menyulitkan dalam penilaian estetik.

C. Seni

Rupa

Posmodern

Istilah posmodernisme muncul pertama kali di wilayah seni,

yakni seni musik, seni rupa, fiksi, film, fotografi, arsitektur, kritik

sastra, dan sebagainya. Di sisi lain istilah posmodern juga muncul

di wilayah keilmuan yakni ilmu sosiologi, antropologi, geografi,

filsafat dan sebagainya. Peristilahan ini di definisikan sesuai dengan

konteksnya, istilah posmodern diartikan untuk menunjukkan

reaksi yang muncul dari dalam modernisme, sebuah gerakan yang

menolak modernisme yang mandek dalam birokrasi museum

dan akademi, menjelaskan siklus sejarah baru yang dimulai sejak

berakhirnya dominasi barat, surutnya individualisme, kapitalisme

dan kristianitas, serta kebangkitan budaya non barat, hilangnya batas

antara seni dan kehidupan sehari-hari. Tumbangnya batas antara

budaya tinggi dan budaya pop, pencampuradukan gaya yang bersifat

eklektik, parodi, pastiche, ironi, kebermainan, dan merayakan budaya

“permukaan” tanpa peduli pada “kedalaman”. (Sugiharto, 1996: 24-

26). Dalam perkembangan selanjutnya, seni, khususnya seni rupa

telah terjadi pemilahan antara seni murni (pure art) dengan seni

pakai (applied art/useful art). Dalam konteks ini, posmodernisme

dengan konsep pluralismenya telah menghapus pemilahan atau

hirarki antara seni dan desain. Prinsip modernisme telah diubah

menjadi ‘Form Follow Fun’. Kedudukan fungsi yang selama ini di

agung-agungkan oleh kalangan modernisme mengalami pergeseran

pada era posmodernisme.

1.

Karya-K

arya Seni Rupa Era Posmodernisme

Kebudayaan posmodern tidak dapat dipisahkan dari

perkembangan konsumerisme. Perkembangan masyarakat konsumer

telah mempengaruhi cara-cara pengungkapan seni. Dalam

masyarakat konsumer terjadi perubahan-perubahan mendasar yang

berkaitan dengan cara objek-objek seni secara umum dikonotasi,

dan cara model konsumsi ini direkayasa oleh para produser.

Masyarakat konsumer memiliki tiga bentuk “kekuasaan” yang

beroperasi di belakang produser dan kekuasaan media massa. Ketiga

bentuk kekuasaan ini menentukan bentuk dan gaya seni. Di dalam

masyarakat konsumer relasi antara subjek dan objek lebih tepat

dijelaskan melalui peran subjek sebagai ‘konsumer’. Maksudnya

melalui perkembangan mutakhir dalam teknologi produksi, yaitu;

otomatisasi dan komputerisasi, peran pekerja dapat diminimalisasi

sedemikian rupa, sehingga relasi produksi semakin kehilangan

maknanya.

21

Seni Budaya

2.

Bahasa Estetik Posmodernisme

Waca

na estetik posmodern mencerminkan bahwa tanda dan

makna pada estetika posmodern bersifat tidak stabil, mendua,

dan plural (polysemy). Dalam wacana ini, lebih ditekankan pada

permainan tanda, keterpesonaan pada permukaan dan diferensi,

ketimbang makna-makna ideologis yang bersifat stabil dan abadi.

Bahasa estetik posmodern bersifat hiperriil dan ironik yang

meliputi (1) Pastiche adalah karya sastra, seni atau arsitektur yang

disusun dari elemen-elemen yang dipinjam dari berbagai pengarang,

seniman atau arsitek dari masa lalu. Dalam mengimitasi karya masa

lalu dalam rangka menghargai dan mengapresiasi seni. Sebagai karya

yang mengandung unsur pinjaman pastiche mempunyai konotasi

negatif sebagai miskin orisinalitas. Di samping itu pastiche adalah

satu bentuk imitasi yang tanpa beban kritik dan perang menentang

kemajuan serta sejarah, sebab sejarah tak dapaat diulangi. Pastiche

juga dikatakan sebagai penggunaan topeng bahasa pengungkapan

yang telah mati. (2) Parodi adalah sebuah komposisi dalam karya

sastra, seni atau arsitektur yang di dalamnya kecenderungan

pemikiran dan ungkapan khas dalam diri seorang pengarang,

seniman, arsitek, atau gaya tertentu diimitasi (imitasi yang ditandai

oleh kecenderungan ironik) sedemikian rupa untuk membuatnya

humoristik atau absurd. Efek-efek kelucuan dan absurditas biasanya

dihasilkan dari distorsi atau plesetan ungkapan yang ada. Melalui

konteks ini penggunaan kembali karya masa lalu yang dimuati

dengan ruang kritik yang menekankan perbedaan ketimbang

persamaan. Titik berangkat parodi bukanlah penghargaan, akan

tetapi kritik, sindiran, kecaman, sebagai ugkapan rasa tidak puas

atau sekedar menggali rasa humor dari karya rujukan yang bersifat

serius. (3) Kitch berakar dari bahasa Jerman verkitchen (membuat

murahan) dan kistchen berarti memungut sampah dari jalanan.

Kitch dalam bahasa estetik posmodern sering ditafsirkan sebagai

sampah aristik atau sering pula didefinisikan sebagai selera rendah

karena lemahnya ukuran atau kriteria estetik. Strategi Kitch adalah,

mengkopi elemen-elemen gaya dari seni tinggi atau objek sehari-

hari untuk kepentingan sendiri, yang produksinya didasari pada

semangat memassakan atau mendemitosasi seni tinggi. (4) Camp

adalah satu bentuk dandysme (tanpa identitas seks), dan karenanya

menyanjung tinggi kevulgaran. Camp sering menekankan dekorasi,

tekstur, permukaan sensual, dan gaya, dengan mengorbankan

isi. Camp juga anti antagonisme seksual: maskulin/feminin. (5)

Skizophrenia didefinisikan sebagai putusnya rantai pertandaan, yaitu

rangkaian sintagmatis penanda yang bertautan dan membentuk satu

ungkapan atau makna. Dalam konteksnya semua kata atau penanda,

gambar, teks, atau objeknya dapat digunakan untuk menyatakan

suatu konsep atau petanda (Piliang, 1995: 39-41).